Kamis, 15 April 2010

ANALISIS STRUKTURAL SEMIOTIK PUISI CHAIRIL ANWAR YANG BERTEMA PERCINTAAN

MAKALAH

ANALISIS STRUKTURAL SEMIOTIK PUISI CHAIRIL ANWAR YANG BERTEMA PERCINTAAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Puisi

Dosen Pengampu: Abdul wachid,S.S.,M.Hum.


Disusun Oleh :

NAMA : RINDIT SETIAWAN

NIM : 08003124

KELAS : B

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

YOGYAKARTA

2010

PENDAHULUAN

A .LATAR BELAKANG MASALAH

Perkembangan sastra sekarang ini sangat pesat dan keluar dari kaidah-kaidah penulisan yang ada. Banyak hal-hal yang baru yang muncul dan tidak sesuai dengan konvensi-konvensi. Oleh karena itu dalam pembicaran ini dicoba untuk menerapkan teori-teori dalam menganalisis sajak Indonesia untuk turut mengembangkan studi sastra dan kesusastraan Indonesia.Salah satu penyair pada era 45 yaitu Chairil Anwar yang sering di sebut sebagai pelopor angkatan 45 dengan corak dan gaya penulisan sajaknya yang terlepas, bebas dan tidak terikat pada konvensi-konvensi yang ada pada masa itu. Teori struktural dan semiotik dewasa ini merupakan salah satu teori sastra yang terbaru disamping teori estetika resepsi dan dekonstruksi. Akan tetapi, teori ini belum banyak dimanfaatkandalam bidang kritik sastra di Indonesia.

Studi sastra bersifat semiotik merupakan usaha untuk menganalisis karya sastra, di sini sajak khususnya, sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna. Dengan melihat variasi-variasi di dalam struktur sajak atau hubungan dalam (internal) antara unsur-unsurnya akan dihasilkan bermacam-macam makna.

Semiotik seperti yang diungkapkan oleh Rachmat Djoko Pradopo yaitu bahwa bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan,yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti. Medium karya sastra bukanlah bahan yang bebas (netral) seperti bunyi pada seni musik ataupun warna pada lukisan. Warna cat sebelum digunakan dalam lukisan masih bersifat netral, belum mempunyai arti apa-apa sedangkan kata-kata (bahasa) sebelum dipergunakan dalam karya sastra sudah merupakan lambang yang mempunyai arti yang ditentukan oleh perjanjian masyarakat (bahasa) atau ditentukan oleh konvensi-konvensi masyarakat. Lambang-lambang atau tanda-tanda kebahasaan itu berupa satuan-satuan bunyi yang mempunyai arti oleh konvensi masyarakat. Bahasa itu merupakan sistem ketandaan yang berdasarkan atau ditentukan oleh konvensi (perjanjian) masyarakat. Sistem ketandaan itu disebut dengan semiotik. Begitu pula ilmu yang mempelajari sistem tanda-tandaiti disebut semiotika (2009:121).

Sedangkan struktural dalam sajak atau karya sasatra yang menganggap bahwa sebuah karya sastra adalah sebuah struktur. Struktur di sini dalam arti bahwa karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem,yang di antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik,saling menentukan. Jadi, kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan-kumpulan atau tumpukan hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri-sendiri,melainkan hal-hal itu saling berkaitan,saling terikat,dan saling bergantung (2009:118).

Dalam makalah ini, penulis mengambilsalah satu puisi karya Chairil Anwar yang berjudul Penerimaan dalm bukunya “Deru Campur Debu”yang akan dianlisias secara struktural semiotik.

B. TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah tentang “Analisis Struktural dan Semiotik Terhadap Puisi Chairil Anwar” adalah untuk:

1. Untuk memahami aspek-aspek kepuitisan dan makna sajak secara struktural dan semiotik terhadap puisi ”Penerimaan” karya Chairl Anwar.

2. Untuk mengetahui apa saja gaya bahasa, simbol, citraan, majas dan unsur-unsur kepuitisan yang terdapat dalam “Penerimaan” karya Chairil Anwar.

3. Untuk mengetahui kesamaan tema dalam kumpulan puisi-puisi Chiril Anwar.

C. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana unsur-unsur yang terkandung dalam puisi “Penerimaan”karya Chairil Anwar dalam bukunya yang berjudul “Deru Campur Debu”.

D. TEORI DAN METODE

Menganalisis sajak itu bertujuan memahami makna sajak. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. Karya sastra itu merupakan struktur yang bermakna. Karya sastra itu merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotic atau ketandaan yang mempunyai arti, medium karya sastra bukanlah bahan yang bebas (netral). Teori yang digunakan dalam analisis makalah ini menggunakan teori menurut Riffaterre. Teks atau puisi menurut Michael Riffaterre adalah pemikiran yang dibakukan melalui mediasi bahasa. Dalam semiotik,Riffaterre memperlakukan semua kata menjadi tanda. Langkah-langkah dalam memahami sebuah teks dalam hal ini puisi menurut Michael Riffaterre ada 4, yaitu:

1. Pembaca harus menemukan kata kunci atau matriks yang terdapat dalam sebuah sajak atau teks.

2. Pembaca juga harus melakukan pembacaan secara heuristik, yaitu sesuai dengan kompetensi bahasa dan struktur kebahasaannya.

3. Seorang pembaca dituntut untuk melakukan pembacaan hermeneutik yaitu pembacaan pada tingkat makna.

4. Seorang pembaca harus menemukan hubungan intertekstualitas antara karya sastra tersebut. Seorang pembaca harus mencari sumber teks atau yang lazim disebut hipogram dan harus mencari model dan varian.

Untuk memahami sebuah teks harus mencari unsur-unsur yang ada di dalamnya yaitu unsur-unsur estetik dan unsur-unsur ekstra estetik yang terdapat dalam sebuah karya sastra.untuk mengetahui unsur kepuitisan dan makna luar yang terkandung dalam teks puisi, penulis mengguakan teori strukturalisme. Sedangkan untuk memaknai atau memberi makna dalam setiap sajak penulis menggunakan teori semiotoc. Semiotik adalah teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory (semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki) ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.

Metode yand digunakan dalam menganalisis puisi ini yaitu dengan menganalisis sajak-sajak kedalam unsur-unsur yang memperhatihan hubungan keseluruhan unsur-unsur yang ada.Kemudian setiap unsur sajak diberi makna yang sesuai dengan konvensi puisi.setelah itu memaknai keseluruhan teks puisi berdasarkan analisis tersebut. Studi sastra bersifat semiotik merupakan usaha untuk menganalisis karya sastra, di sini sajak khususnya, sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna. Dengan melihat variasi-variasi di dalam struktur sajak atau hubungan dalam (internal) antara unsur-unsurnya akan dihasilkan bermacam-macam makna.

PEMBAHASAN

A. ANALISIS STRUKTUR KEPUITISAN

Ada kriteria dalam menganalisis struktur kepuitisan yaitu:

1. Pilihan Kata

Kata-kata di dalam sajak adalah kata-kata yang sama sekali berbeda dengan teks dalam bentuk yang lain. Kata-kata dalam sajak memiliki peran sangat esensial karena ia tidak saja harus mampu menyampaikan gagasan, tetapi juga dituntut untuk mampu menggambarkan imaji sang penyair dan memberikan impresi ke dalam diri pembacanya, karena itu kata-kata dalam puisi lebih mengutamakan intuisi, imajinasi, dan sintesis. Pilihan kata yang tedadap dalam puisi “Penerimaan” karya Chairil Anwar:


PENERIMAAN

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

(Deru Campur Debu,1959:36)

Pilihan kata yng digunakan seorang Chairil Anwar sangat indah, karena kata-kata yang digunakan menggunakan kata-kata yang mudah dipahami misalnya dalam sajak yang berjudul “Penerimaan”. Selain itu penyusunan kata-katanya sangat tepat dan pemilihan untuk pembentukan sebuah sajak memperhatikan kesesuaiaan kata yang digunakan serta penyusunan antar kata sangat indah.

2. Bahasa Kiasan

Bahasa kiasan merupakan alat yang dipergunakan penyair untuk mencpai spek kepuitisan atau sebuah kata yang mempunyai arti secara konotatif tidak secara sebenarnya. Dalam penulisan sebuah sajak bahasa kiasan ini digunakan untuk memperindah tampilan atau bentuk muka dari sebuah sajak. Basasa kiasan dipergunakan untukmemperindah sajak-sajak yang ditulis seorang penyair. Bahasa sajak ang tedapat dalampuisi “Penerimaan” karya Chairil Anwar adalah sebagai berikut:

a) Repetisi

Repetisi adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Dalam sajak terdapat dalam:

Kalau kau mau ku terima kau kembali

...

Kalau kau mau kuterima kembali

...

b) Simile atau Persamaan

Simile atau Persamaan adalahperbandingan yang bersifat eksplisit, yaitu langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal lain. Dalam sajak terdapat dalam:

..

Bak kembang sari sudah terbagi
...

c) Pesonifikasi

Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda mati seolah-olah hidup. Dalam sajak terdapa dalam:

...

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

3. Citraan

Citraan adalah satuan ungkapan yang dapat menimbulkan hadirnya kesan keindrawian atau kesan mental tertentu. Unsur citraan dalam sebuah puisi merupakan unsur yang sangat penting dalam mengembangkan keutuhan puisi, sebab melaluinya kita menemukan atau dihadapkan pada sesuatu yang tampak konkret yang dapat membantu kita dalam menginterpretasikan dan menghayati sebuah puisi secara menyeluruh dan tuntas.

Citraan dalam puisi terdapat 7 jenis citraan, yaitu citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan gerak, citraan perabaan, citraan penciuman, citraan pencecapan, dan citraan suhu. Penggunaan citraan dalam puisi melibatkan hampir semua anggota tubuh kita, baik alat indra maupun anggota tubuh, seperti kepala, tangan, dan kaki. Untuk dapat menemukan sumber citraan yang terdapat dalam puisi, pembaca harus memahami puisi dengan melibatkan alat indra dan anggota tubuh untuk dapat menemukan kata-kata yang berkaitan dengan citraan.

Dalam sajak “Penerimaan” citraan yang digunakan misalnya yaitu citraan penglihatan tedapat dalam”aku msih tetap sendiri, sedangkan dengan cermin aku enggan berbagi. Cermin dapat dilihat dengan indera mata sehingga menggunakan citraan penglihatan.

4. Sarana Retorika

Sarana retorik pada dasarnya merupakantipu muslihat piiran yang mempergunakan susunan bahasa yang khas sehingga pendengar erasa dituntut untuk berpikir. Dalam menyampaikan sebuah ide atau gagasan Chairil Anwar cenderung pada aliran realisme dan ekspresionis.

5. Hubungan Intertekstual “Penerimaan” dengan “Kusangka”

Untuk mendapat makna penuh sebuah sajak, tidak boleh melupakan hubungan sejarahnya, bik dengan keseluruhan sajak-sajak peyair sendiri, sajak-sajak sesamanya, maupun dengan sajak sastra zaman sebelumnya( Teeuw, 1983: 65). Dibawah ini sajak-sajak nya, yaitu sajak “Penerimaan” karya Chairil Anwar dan “Kusangka” karya Amir Hamzah.

PENERIMAAN

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

(Deru Campur Debu,1959:36)

KUSANGKA

Kusangka cempaka kembang setangakai

Teryata melur telah diseri.......

Hatiku remuk mengenangka ini

Wasangka dan was-was silih berganti.

Kuharap cempaka baharu kembang

Belum tahu sinar matahari.......

Rupanya teratai patah kelopak

Dihinggapi kumbang berpuluh kali.

Kupohonkan cempaka

Harum mula terserak.......

Melati yang ada

Pandai tergeletak.......

Mimpiku seroja terapung di paya

Teratai putih awan angkasa......

Rupanya mawar mengandung lumpur

Kaca piring bunga renungan......

Igauanku subuh, impianku malam

Kuntum cempaka putih bersih......

Kulihat kumbang keliling berlagu

Kelopakmu terbuka menerima cembu.

Kusangka hauri bertudung lingkup

Bulu mata menyangga panah Asmara

Rupanya merpati jangan dipetik

Kalau dipetik menguku segera

(Buah Rindu, 1959:19)

Sajak Chairil Anwar merupakan penyimpangan terhadap konsep estetik Amir Hamzah yang masih meneruskan konsep estetik sastra lama. Pandangan romantik Amir Hamzah ditentang dengan pendangan realistiknya. Sajak “Kusangaka” mennjukkan kesejajaran gagasan yang digambarkan dalam enam sajak tersebut. Amir Hamzah menggunakan ekspresi romantik secara metaforis-alegoris, membandingkan gadis dengan bunga. Pada bait terakhir dimetamorkan sebagai bidadari (hauri) dan merpati.

Dari keenam bait tersebut disimpulkan bahwa si aku mencintai gadis yang disangka murni, tetapi ternyata sesungguhnya sudah tidak murni lagi. Sudah dijamah oleh pemuda lain/ suda tidak perawan lagi (‘Rupanya teratai patah kelopak/Dihinggapi kumbang berpuluh kali’. Kulihat kumbang keliling berlagu/kelopakmu terbuka menerima cembu’). Hal itu menimbulkan kekeewaan dan menyebabkan hati si aku remuk. Wasangka dan was-was silih berganti(bait 1). Dengan demikian, si aku tidak mau bersama gadis yang sudahtidak murni lagi, sebab akan terkena kuku “merpati” itu (bait 7).

Gadis yang masih murni (disangka murni) diumpamakan cempaka kembang(bait 1), baharu kembang belum terkena sinar matahari(bait 2), cempaka harum(bait 3), seroja terapung di paya putih seperti awan(bait 4), dan seperti bidadari (hauri) bertudung lingkup yang bulu matanya menambah panah asmara(bait 6).

Gambaran tersebut bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya yang sangat menyakitkan basi si aku dan sangat kecewa setelah mengetahui kisah yang sebenarnya. Gambaran gadis tersebut sudah tidak murni lagi diumpamakan melur telah diseri(bait 1), teratai patah kelopak dihingapi kumbang berpuluh kali(bait 2), merpati yang pandai bergelak(bait 3), mawar yang mengandung lumpur(bait 4), dan merpati yang mengaku segera(bait 6).

Jadi yang menanggapi masalah tersebut si aku merasa kecewa karena pikiran romantik bahwa gadis yang dicintainya itu harus masih murni dan tetap murni, setia pada si aku, tidak boleh menerima cinta orang lain, namun kenyataan berlainan. Tidak sesuai dengan keinginan si aku. Sikap romantik digambarkan dengan bahasa yang indah, mengambil objek dari alam sebagai perumpamaan, sehingga seperti natural.

Sebaliknya Chairil Anwar, dalam sajaknya itu menampilkan tampak yang lain dalam mendiskripsikan atau menanggapi gadis yang sudah tidak murni lagi. Sangat berlawanan dengan apa yang ditampilkan oleh Amir Hamzah. Ia berpandangan realistik, si aku au menerima kembali wanita(kekasihnya, istrinya) yang barang kali telah berselingkuh dengan laki-laki lain. Si aku mau menerima kembali asal mau kembali kepada si aku tanpa da rasa curiga. Si aku masih sendiri, tidak mencari wanita lain sebagai pasangan hidupnya karena masih menunggu kembalinya wanita yang dicintainya itu.

Si aku mengetahui bahwa gadis yang dicintainya sudah tidak murni lag, sudah seperti bunga yang sarinya terbagi, yaitu sudah dihinggapi kumbang lain. Wanita itu jika ingin mau diterima kembali harus berani bertemu dengan si aku dan jangan malu untuk menemui si aku. Digambarkan “Djangan tunduk! Tantang aku dengan berani”. Si aku pun tetap menerima dengan sepenuh hati walaupun wanita itu sudah tidak perawan lagi.

Chairil Anwar membandingkan wanita dengan bunga(kembang). Wanita yang sudah tidak murni digambarkan sebagai bunga yang sarinya sudah terbag i(bak kembang sari yang sudah terbagi). Ini hampir sama dengn perumpamaan yang dilakukan Amir Hamzah: “Rupanya teratai patah kelopak/dihinggapi kumbang berpuluh kali dan kulihat kumbang keliling berlaga”. Sedangkan Chairil Anwar :”Kutau kau bukan yang dulu lagi/ bak kembang sari sudah terbagi”. Numun Chairil Anwar tetap menggunakan bahasa keseharian dalam pengungkapan dan menggunakan gaya eksresif yang padat.

B. ANALISIS SEMIOTIK

Studi sastra bersifat semiotik adalah usaha untuk menganalisis sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti. Dengan melihat variasi-variasi didalam struktur dalam atau hubungan dalamnya, akan dihasilkan bermacam-macam arti. Analisis semiotik itu tidak dapat dipisahkan dari analisis struktural, dan sebaliknya. Tugas semiotik puisi adalah membuat eksplisit asumsi-asumsi implisit yang menguasai produksi arti dalam puisi.

Dalam sajak”Penerimaan” karya Chairil Anwar merupakan ungkapan perasaan yang dirasakan oleh penyair. Puisi itu dapat dianalisis sebagai berikut: si aku memberi harapan kepada gadis si aku bila ingin kembali boleh saja. Si aku menerima sepenuh hati bila gadis itu mau kembali lagi pada kehidupan si aku. Si aku tidak mencari gadis lain sebagai pendamping hidupnya karena masih menunggu kepulangan kekasihnya.

Si aku masih sendiri tidak akan mencari yang lain dan tetap menunggu walaupun sudah mengetahui bahwa gadis yang dicintainya sudah tidak perawan lagi atau sudah selingkuh dengan laki-laki lain. Itu digambarkan dengan kalimat” Kutahu kau bukan yang dulu lagi bak kembang sari sudah terbagi”. ini menggunakan metafora-metafora yang sangat indah dangan menggambarkan perempuan yang tidak perawan dengan kembang sari sudah terbagi.

Si aku memberi harapan kepada gadis si aku bila ingin kembali tidak usah malu dan harus mau menemui si aku. Tidak usah takut untuk menemui si aku. Si aku pun tetap menerima apapun yang sudah terjadi dan menerima dengan mutak: jangan mendua lagi, bahkan bercermin pun si aku enggan berbagi. Digambarkan dalam bait ke-5 yan berbunyi “Sedangkan dengan cermin aku enggan berbagi”. Dalam kalimat ini menggunakan citraan penglihatan

C. KESAMAAN DALAM PUISI-PUISI CHAIRIL ANWAR YANG BERTEMA PERCINTAAN

Didalam kumpulan puisi Chairil anwar banyak sekali persamaan tema. Misalnya tema tentang percintaan. Chairil anwar menggambarkan rasa cinta dengan banyak pilihan kata yang digunakan sesuai dengan pilihan kata yang lain.

SAJAK PUTIH

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...

Dalam puisi sajak putih dgamberkan gdis ai aku pada suatu senja hari yang indah ia duduk dihadapan si aku. Ia besandar yang pada saat itu ada warna pelangi yaitu langit senja yang indah penuh dengan macam-macam warna. Gadis itu bertudun g sutra diwaktu haru sudah senja. Sedangkan rambut gadis itu yang harum ditiup angin tampak seperti sedang bersenda gurau, dan dalam mata gadis yang hitam kelihatan bunga mawar dan melati yang mekar. Mawar dan melati yang mekar menggambarkan sesuatu yang indah dan menarik . biasanya mawar itu berwarna merah yang menggambarka cinta dan melati putih menggambarkan kesucian. Jadi dalam mata si gadis tampak cinta yang tulus, menarik, dan mengikat. Suasana pada saat itu bsangat menyenangkan, menarik,m penuh keindahan yang memduat si aku haru dengan semua itu.

Dalam pertemuan ke dua insan itu sepi menyanyi, malam dalam doa tiba yang menggambarka tidak ada percakapan dari keduanya. Mereka hanya dian tanpa ada sepatah kata yang diucapkan seperti hanya ketika waktu berdoa. Hanya kata hati yang berkata dan tidak keluar suara. Kesepian itu mengakibatkan jiwa si aku bergerak seperti hanya permukaan kolam yang terisa air yang beriak tertiup angin. Dalam keadaan diam tanpa kata itu, didalam dada si aku terdengar lagu yang merdu yang menggambarkan kegembiraan. Rasa kegembiraan itu digambarkan dengan menari seluruh aku.

Hidup dari hidupku, pintu terbuka menggambarkan bahwa si aku merasa hidupnya penuh dengan kemungkinan dan ada jalan keluar serta masih ada harapan yna pasti bisa diwujudkan selam gadis kekasihnya masih menengadahkan mukanya ke si aku. Ini merupakan kiasan bahwa si gadis masih mencintai s aku, mau memandang kemuka si aku, bahkan juga isyarat untuk mencium dario si aku. Keduanya masih bermesraan dan saling mencintai.

Begitu juga hidup si aku penuh harapan selama si gadis masih hidup wajar, dikiaskan dengan darahnya yang masih mengalir dan luka, sampai kematioan tiba pun keduanya masih mencintai, dan tidak akan terpisahkan. Sajak merupakan kiasan suara hati si penyair, suara hati si aku. Putih mengiaskan ketulusa kejujuran, dsan keihklasan. Jadi sajak putih berarti suara hati si aku yang sangat tulus dan jujur.

Tanda-tanda semiotik untuk kegembiraan dan kebahagiaan di dalam sajak ini adalah kata: tari, warna pelangi, sutra senja, memerdu l;agu, menari-neri, pintu terbuka. Jadi, sajak ini bersuasana gembira. Namun biasanya sajak Chairil Anwar bersuasana murung, suram dan sedih. Puisi tidak hanya menyampaikan informasi saja, namun diperlukan kepadatan dan ekspresifitas, karena hanya inti pernyataan yang dikemukakan. Karena hal ini, maka sajak penyimpangan dari tata bahasa normatif seperti:

Hidup dari hidupku, pintu terbuka

Selama matamu bagiku menengadah

Selama kau darah mengalir dari luka

Antara kita Mati datang tidak membelah…..

Bila diucapkan secara normatif, maka ekspresifitasnya hilang karena tidak padat dan tidak berirama. “Pintu akan selalu terbuka bagi hidup dan hidupku. Selama matamu menengadah bagiku. Selama darah masih mengalir jika engkau terluka. Antara kita sampai kematian datang kita tidak membelah(berpisah). Dalam sajak ini pengertian abstrak dapat menjadi kongret karena digunakan citraan-citraan dan gerak yang digabung dengan metafora.

Rasa sayangnya itu juga digambarkan dalam puisi Chairil Anwar yang berjudul “Penerimaan”. Dalam puisi itu digambarkan bahwa si aku masih bisa menerima si gadis yang telah berselingkuh dengan orang lain. Si aku menerima dengan rasa penuh keihklasan dari si gadis yang telah mau kembali kepelukannya. Terlalu sayangnya si aku, si aku menerima dengan lapang dada tentang apa yang telah diperbuat oleh si gadis dengan orang lain.

Dalam puisi “Sajak Putih” banyak digunakan bahasa-bahasi kiasan. “Tari warna pelangi” merupakan bahasa kiasan personifikasi yang menggambarkan benda mati dapat digambarkan seolah-olah hidup. “ rambutmu mengalun bergelut sernda” juga menggunakan bahasa kiasan personifikasi. Selain itu ada kesamaan dalam penggunaan citraan-citraan agar mempunyai makna yang kongret, serta menggunakan metafora-metafora.

SENJA DI PELABUHAN KECIL

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

Dalam puisi ”Senja di Pelabuhan Kecil” diatas, terasa bahwa penyair sedang dicengkeram perasaan sedih yang teramat dalam. Tetapi seperti pada puisi-puisi Chairil Anwar yang lain, kesedihan yang diungkapkan tidak memberikan kesan cengeng atau sentimental. Dalam kesedihan yang amat dalam, penyair ini tetap tegar. Demikian pula pada puisinya diatas. Di dalamnya tak satu pun kata ”sedih” diucapkannya, tetapi ia mampu berucap tentang kesedihan yang dirasakannya. Pembaca dibawanya untuk turut erta melihat tepi laut dengan gudang-gudang dan rumah-rumah yang telah tua. Kapal dan perahu yang tertambat disana. Hari menjelang malam disertai gerimis. Kelepak burung elang terdengar jauh. Gambaran tentang pantai ini sudah bercerita tentang suatu yang muram, di sana seseorang berjalan seorang diri tanpa harapan, tanpa cinta, berjalan menyusur semenanjung.

Satu ciri khas puisi-puisi Chairil Anwar adalah kekuatan yang ada pada pilihan kata-katanya. Seperti juga pada puisi diatas, setiap kata mampu menimbulkan imajinasi yang kuat, dan membangkitkan kesan yang berbeda-beda bagi penikmatnya. Pada puisi diatas sang penyair berhasil menghidupkan suasana, dengan gambaran yang hidup, ini disebabkan bahasa yang dipakainya mengandung suatu kekuatan, tenaga, sehingga memancarakan rasa haru yang dalam. Inilah kehebatan Chairil Anwar, dengan kata-kata yang biasa mampu menghidupkan imajinasi kita. Judul puisi tersebut, telah membawa kita pada suatu situasi yang khusus. Kata senja berkonotasi pada suasana yang remang pada pergantian petang dan malam, tanpa hiruk pikuk orang bekerja.

Pada bagian lain, gerimis mempercepat kelam, kata kelam sengaja dipilihnya, karena terasa lebih indah dan dalam daripada kata gelap walaupun sama artinya. Setelah kalimat itu ditulisnya, ada juga kelepak elang menyinggung muram, yang berbicara tentang kemuraman sang penyair saat itu. Untuk mengungkapkan bahwa hari-hari telah berlalu dan berganti dengan masa mendatang, diucapkan dengan kata-kata penuh daya: desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Penggambaran malam yang semakin gelap dan air laut yang tenang, disajikan dengan kata-kata yang sarat akan makna, yakni: dan kini tanah dan air hilang ombak. Puisi Chairil Anwar ini hebat dalam pilihan kata, disertai ritme yang aps dan permainan bunyi yang semakin menunjang keindahan puisi ini, yang dapat kita rasakan pada bunyi-bunyi akhir yang ada pada tiap larik.

Di dalam puisi ini juga digambarkan rasa cinta namun dalam bentuk kesedihan yang mendalam yang dialami oleh si aku namun si aku tetap tegar menghadapinya. Si aku dalam keadaan muram , penuh kegelisahan, dan tidak sempurna dengan kehidupannya. Si aku sedang mancari cintanya yang hilang. Suasana pada saat itu gerimas yang menambah rasa kesedihan dari si aku.

CINTAKU JAUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertahta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.

Dalam kegiatan menganalisis arti, kita berusaha memberi makna pada bunyi, suku kata, kata, kelompok kata, kalimat, bait, dan pada akhirnya makna seluruh puisi.

Bait I “Cintaku jauh di pulau” berarti. Kekasih tokoh aku (gadis manis) berada di suatu tempat yang jauh. “Gadis manis sekarang iseng sendiri” artinya sang kekasih tersebut adalah seorang gadis yang manis yang menghabiskan waktu sendirian (iseng) tanpa kehadiran tohoh aku.

Pada bait II, si tokoh aku menempuh perjalanan jauh dengan perahu karena ingin menjumpai atau menemui kekasihnya. Ketika itu cuaca sangat bagus dan malam ketika bulan bersinar, namun hati si aku merasa gundah karena rasanya ia tak akan sampai pada kekasihnya.

Bait III menceritakan perasaan si aku yang semakin sedih karena walaupun air terang, angin mendayu, tetapi pada perasaannya ajal telah memanggilnya (Ajal bertahta sambil berkata : “Tujukan perahu ke pangkuanku saja”).

Bait IV menunjukkan si aku putus asa. Demi menjumpai kekasihnya ia telah bertahun-tahun berlayar, bahkan perahu yang membawanya akan rusak, namun ternyata kematian menghadang dan mengakhiri hidupnya terlebih dahulu sebelum ia bertemu dengan kekasihnya.

Bait V merupakan kekhawatiran si tokoh aku tentang kekasihnya, bahwa setelah ia meninggal, kekasihnya itupun akan mati juga dalam penantian yang sia-sia. Setelah kita menganalisis makna tiap bait, kita pun harus sampai pada makna lambang yang diemban oleh puisi tersebut. Kekasih tokoh aku adalah kiasan dari cita-cita si aku yang sukar dicapai. Untuk meraihnya si aku harus mengarungi lautan yang melambangkan perjuangan. Sayang, usahanya tidak berhasil karena kematian telah menjemputnya sebelum ia meraih cita-citanya.

Dalam puisi tersebut terasa perasaan-perasaan si aku : senang, gelisah, kecewa, dan putus asa. Kecuali itu ada unsur metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi. Dalam puisi di atas, unsur metafisis tersebut berupa ketragisan hidup manusia, yaitu meskipun segala usaha telah dilakukan disertai sarana yang cukup, bahkan segalanya berjalan lancar, namun manusia seringkali tak dapat mencapai apa yang diidam-idamkannya karena maut telah menghadang lebih dahulu. Dengan demikian, cita-cita yang hebat dan menggairahkan akan sia-sia belaka.

Dalam puisi ini juga menggunakan citraan-citraan. Hal itu terdapat dalam “Perahu melancar, bulan memancar,”. Citraan yang digunakan adalah citraan penglihatan karena perahu melancar dan bulan memancar hanya bisa dilihat. Jadi citraannya adalah citraan penglihatan. Citraan visual digunakan dalam:

“Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"

....
Mengapa Ajal memanggil dulu

Dalam puisi “Cintaku jauh di pulau” juga menggunakan bahasa sajak. Bahasa sajak yang digunakan adalah:

1. Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda mati seolah-olah hidup.

angin membantu, laut terang, tapi terasa

Di air yang tenang, di angin mendayu,

Mengapa Ajal memanggil dulu

2. Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan melebih-lebihkan.

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!

Perahu yang bersama 'kan merapuh!

....

kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.

Dari kesemuaan puisi Chairil Anwar tersebut mempunyai persamaan dalam tema yaitu tentang percintaan. Namun hanya berbeda dalam penggunaan pilihan kata-kata. Selain itu berbeda dalam perasaan hati si aku. Perasaan berbeda karana hidup seseorang tidak akan sama perasaannya. Kadang sedih dan kadang pula hidup bahagia. Begitui juga halnya si aku.

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam sajak “Penerimaan” karya Chairil Anwar dianalis dengan kajian struktural semiotik. Untuk menganslisisnya terdapat gaya bahasa yang digunakan yaitu:

a. Pilihan kata

Kata-kata di dalam sajak adalah kata-kata yang sama sekali berbeda dengan teks dalam bentuk yang lain. Kata-kata dalam sajak memiliki peran sangat esensial karena ia tidak saja harus mampu menyampaikan gagasan, tetapi juga dituntut untuk mampu menggambarkan imaji sang penyair dan memberikan impresi ke dalam diri pembacanya, karena itu kata-kata dalam puisi lebih mengutamakan intuisi, imajinasi, dan sintesis.

b. Bahasa Kiasan

Bahasa kiasan merupakan alat yang dipergunakan penyair untuk mencpai spek kepuitisan atau sebuah kata yang mempunyai arti secara konotatif tidak secara sebenarnya. Dalam penulisan sebuah sajak bahasa kiasan ini digunakan untuk memperindah tampilan atau bentuk muka dari sebuah sajak. Basasa kiasan dipergunakan untukmemperindah sajak-sajak yang ditulis seorang penyair. Bahasa sajak ang tedapat dalampuisi “Penerimaan” karya Chairil Anwar adalah sebagai berikut:

1) Repetisi

Repetisi adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.

2) Simile atau Persamaan

Simile atau Persamaan adalahperbandingan yang bersifat eksplisit, yaitu langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal lain.

3) Pesonifikasi

Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda mati seolah-olah hidup.

c. Citraan

Citraan adalah satuan ungkapan yang dapat menimbulkan hadirnya kesan keindrawian atau kesan mental tertentu. Unsur citraan dalam sebuah puisi merupakan unsur yang sangat penting dalam mengembangkan keutuhan puisi, sebab melaluinya kita menemukan atau dihadapkan pada sesuatu yang tampak konkret yang dapat membantu kita dalam menginterpretasikan dan menghayati sebuah puisi secara menyeluruh dan tuntas.

d. Sarana Retorika

Sarana retorik pada dasarnya merupakantipu muslihat piiran yang mempergunakan susunan bahasa yang khas sehingga pendengar erasa dituntut untuk berpikir. Dalam menyampaikan sebuah ide atau gagasan Chairil Anwar cenderung pada aliran realisme dan ekspresionis.

e. Intertekstual

Sajak “Penerimaan” karya Chairil Anwar mempunyai kesamaan dengan sajak “Kusangka” karya Amir Hamzah, namun ada juga perbedaan-perbedaan dalam mengekspresikannnya. Perbedaan itu terdapat dalam mengapresiasikan seorang perempuan yang terdapat dalam sajak itu.

Puisi Chairil anwar biasanya bercerita keadaan yang muram, sedih, pilu, namun ada juga sajak yang berisi perasaan si aku dalam keadaan yang gembira, bahagia, dan senang. Dalam puisi Chairil anwar yang bertema percintaan, tokoh si aku merasa senang maupun sedih. Kesamaan itu dapat dilihat dari penggunaan kata atau pilihan kata yang terdapat dalam sajak.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar,Chairil. Deru Campur Debu. Jakarta : Dian Rakyat, 2006.

Pradopo, Rahmat Djoko. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Pradopo,Rachmat Djoko. Pengkajian Puisi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2009.

Sayuti. Suminto A. Perkenalan dengan Puisi. Yogyakarta:Gama Media, 2002.

Wachid BS, Abdul. Analisis Struktural Semiotik. Yogyakarta : Cinta Buku, 2009.